Oleh : Suci Astuti
(Mahasiswa Institut Agama Islam Tazkia Bogor)
Akad Mudharabah adalah suatu akad yang dilakukan oleh pihak pemberi gadai (rahin) dengan pihak penerima gadai (murtahin). Pihak pemberi gadai (rahin) atau orang yang menggadaikan harta benda sebagai jaminan untuk menambah modal usahanya atau pembiayaan produktif
Berbicara mengenai pegadaian syariah disana seseorang melakukan transaksi akad perjanjian antara pihak pemberi gadai dengan pihak penerima gadai. Sehingga subagyo menyatakan bahwasannya pegadaian syariah adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit dengan gambaran khusus yaitu tidak lepas dari hukum gadai atau dikenal dengan istilah rahn sebagai ruang lingkup dari pegadaian syariah.
Kata rahn secara bahasa berarti menggadaikan atau transaksi hukum gadai. Adapun ulama syafi’iyah dan hambaliah mengemukakan rahn adalah menjadikan materi atau barang sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya.
Kemudian hanafiyah mengemukakan rahn adalah menjadikan sesuatu barang sebagai jaminan terhadap pemberi utang yang dijadikan sebagai pembayar hak kepada pemberi utang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian.
Syari’at Islam memerintahkan umatnya agar saling tolong-menolong dalam segala hal, salah satunya dapat dilakukan dengan cara pemberian atau pinjaman. Dalam bentuk pinjaman hukum Islam menjaga kepentingan kreditur atau orang yang memberikan pinjaman agar jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab itu, pihak kreditur diperbolehkan meminta barang kepada debitur sebagai jaminan atas pinjaman yang telah diberikan kepadanya. Gadai-menggadai sudah merupakan kebiasaan sejak zaman dahulu kala dan sudah dikenal dalam adat kebiasaan. Gadai sendiri telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. dan Rasulullah sendiri pun telah mempraktikkannya. Tidak hanya ketika zaman Rasulullah saja, tetapi gadai juga masih berlaku hingga sekarang. Terbukti dengan banyaknya lembaga-lembaga yang menaungi masalah dalam gadai itu sendiri, seperti Pegadaian dan sekarang muncul pula Pegadaian Syariáh. Di dalam Islam, pegadaian itu tidak dilarang, namun harus sesuai dengan Syariát Islam, seperti tidak memungut bunga dalam praktik yang dijalankan.
Terbitnya PP 10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan sebagai tonggak awal kebangkitan Pegadaian. PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh pegadaian untuk mencegah praktik riba. Misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra-Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah (Khaerul Umam, 2013: 356-357