PT Timah Tbk melalui para mitranya ingin menambang di perairan Desa Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung untuk mendapatkan mineral timah yang ada di perairan itu.
Dari informasi, potensinya sekitar 4.000tonSn. Potensi yang besar. Cuannya hitung sendiri.
Belasan CV pun di kabarkan sudah kantongi ijin, puluhan ponton siap beraksi, menghidupkan mesin, menyedot pasir di bawah air laut.
Namun, masyarakat setempat, Desa Batu Beriga, sebagian besar menolak.
Mereka tak mau laut mereka diobok-obok mesin-mesin penghisap pasir milik para mitra PT Timah itu.
Keinginan masyarakat cuma satu, laut desa mereka, tempat mereka melaut mencari ikan, kepiting dan lainnya, biarkan tetap biru, tak ditambang.
Sejumlah hal ditawarkan kepada masyarakat, agar penambangan disetujui.
Beberapa hari yang lalu misalnya, beras dalam jumlah ton ingin dibagikan, namun ditolak.
Lantas bagaimanakah solusinya?
Apakah PT Timah ngotot menerjunkan mitranya untuk menambang, mengabaikan jeritan penolakan masyarakat.
Atau menghormati keinginan masyarakat Desa Beriga yang kebanyakan berprofesi nelayan itu.
Semua pilihan tentu ada konsekuensinya.
Perusahaan yang butuh pemasukan bisa saja tetap menambang dengan dalih telah mengantongi ijin dari negara, menulikan telinga, tak dengar teriak teriak masyarakat.
Hanya saja, yang namanya memaksa biasanya timbul perlawanan.
Palestina yang dibombardir habis-habisan oleh Israel juga masih bisa melawan. Ukraina yang kalah senjata dari Rusia juga masih bisa melawan. Contohnya saja.
Lantas siapa yang bisa menjamin kondusifitas Desa Beriga yang selama ini adem tentrem, penuh canda tawa akan terus lestari bila suara rakyat tak didengar, keinginan tak dihirau?
Tentu bukan hal yang kita inginkan bila terjadi pergolakan, perlawanan apalagi sampe harus timbul kerugian, kedua belah pihak.
Jadi menarik untuk disimak, apa yang akan terjadi di Desa Beriga. Akankah hadir kebijaksanaan atau tidak. Yang pasti, sorot mata lensa media siap mengawasi. Mengabarkan ke dunia, kisah di sebuah desa, yang berada di ujung timur sebuah pulau, Pulau Bangka. (*)
Penulis adalah wartawan yang pernah mengabdi di sejumlah kantor media, dari Kantor LKBN Antara Biro Babel hingga sejumlah media cetak lokal di Pangkalpinang. Kini ikut mengelola media online.
Catatan Redaksi :
————————————
Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dalam penyajian artikel, opini atau pun pemberitaan tersebut diatas. Anda dapat mengirimkan artikel dan atau berita berisi sanggahan atau koreksi kepada redaksi media kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11) dan ayat (12) undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Berita dan atau opini tersebut dapat dikirimkan email sesuai dengan yang tertera di box redaksi.