Penulis : Irawan Apri Khalifah (Mahasiswa FH Universitas Ahmad Dahlan)
Pengertian bumi (disebut tanah), menurut ketentuan pasal ayat (4) UUPA juncto Pasal 4 ayat (1) UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air termasuk air laut.
Dalam UU Pokok Agraria disebut pengertian antara bumi dan tanah, sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat 3 dan pasal 4 ayat 1. Yang dimaksud dengan tanah ialah permukaan bumi.
Pasal 16 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan. Selain itu, diakui pula hak-hak lain yang diatur pada peraturan lain dan hak lain yang memiliki sifat sementara.
Hak milik mengandung hak untuk melakukan atau memakai bidang tanah yang bersangkutan untuk kepentingan apapun.
Hubungan yang ada bukan hanya bersifat kepemilikan saja, melainkan bersifat psikologis emosional. Hak milik hanya diperuntukan untuk berkewarganegaraan tunggal Indonesia. Hanya tanah berhak milik yang dapat diwakafkan. Hak ini adalah model hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh.
Lalu pada hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan langsung tanah yang dikuasai oleh Negara untuk usaha pertanian, perikanan, atau peternakan. Hak ini dapat diperoleh oleh perorangan Indonesia atau perusahaan Indonesia. Jangka waktunya adalah 25 tahun bagi perorangan dan 35 tahun bagi perusahaan.
Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang hingga 25 tahun. Sementara hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
Hak ini dapat diperoleh oleh perorangan Indonesia atau badan hukum Indonesia. Dan dapat diletaki di atas tanah Negara atau tanah hak milik. Sedangkan hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain.
Namun, hak tersebut muncul bukan karena perjanjian sewa atau perjanjian pengolahan tanah. Baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) dapat memiliki hak pakai. Begitu pula badan hukum Indonesia dan badan hukum asing.
Kemudian pada hak memungut hasil hutan adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya dalam hutan yang bersangkutan tanpa hutan tersebut dimiliki oleh si penerima hak.
Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 adalah bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di bidang pertanahan, hak menguasi negara mempunyai persoalan yuridis, yakni tidak diperintahkan oleh UUD 1945 untuk diatur dalam undang-undang.
Dalam UUD 1945 sebelum amandemen belum ada tafsir yang secara khusus menjelaskan makna “dikuasai oleh negara” baik di dalam Batang Tubuh maupun didalam Penjelasan UUD 1945. Demikian juga setelah amandemen, tidak ada tafsir yang secara khusus menjelaskan mengenai makna “dikuasai oleh Negara”.
Menurut saya penafsiran Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 Kata ”dikuasai” secara harfiah tentu saja tidak sama dengan ”dimiliki”. Pemiliknya tetap adalah rakyat yang mengulayati tanah itu secara turun-temurun. Mengingat dalam paham kedaulatan rakyat bahwa rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara.
Oleh sebab itu, dengan adanya tafsiran pasal 33 ayat 3 ini bukan berarti rakyat juga dapat menggunakan hak-hak nya untuk perihal yang menyimpang seperti yang banyak terjadi contohnya penyerobotan tanah.
Hal ini jelas melanggar pasal 385 di mana perbuatan curang seperti penyerobotan tanah dapat diancam dengan hukuman pidana penjara maksimal empat tahun. Pasal 385 terdiri dari 6 ayat ini mendefinisikan secara jelas akan tindakan kejahatan tersebut. Untuk itu mari sama-sama untuk menjunjung tinggi nilai kesadaran atas perilaku yang kiranya tidak sesuai dengan aturan yang tertulis.(**)