Example floating
Example floating
Bangka Belitung

‎Dilema Pertanahan HPL, HP, dan HTI di Bangka Belitung: Perspektif HIPMI tentang Keamanan Sosial Ekonomi

×

‎Dilema Pertanahan HPL, HP, dan HTI di Bangka Belitung: Perspektif HIPMI tentang Keamanan Sosial Ekonomi

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

‎Pertanahan di Bangka Belitung sedang menghadapi dilema ekologi besar yang tidak hanya berdampak pada, tetapi juga kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Persoalan mengenai HPL (Hak Pengelolaan Lahan), HP (Hutan Produksi), dan HTI (Hutan Tanaman Industri) bukan sekedar soal lahan, melainkan juga menyangkut nasib masyarakat yang bergantung pada tanah untuk penghidupan mereka. Dalam kondisi ini, keberadaan HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) hadir sebagai pilar solusi, yang mengedepankan sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat dengan mengedepankan pendekatan yang seimbang antara pembangunan ekonomi, sosial, dan konservasi lingkungan.

‎Masalah pertanahan yang terjadi di Bangka Belitung selama ini kerap menimbulkan ketimpangan, di mana izin lahan dikuasai oleh perusahaan besar yang seringkali menimbulkan konflik dengan hak masyarakat adat dan petani kecil. Ketidaktegasan tata kelola izin HPL, HP, dan HTI menimbulkan keresahan, terutama terkait kepastian hak kelola masyarakat atas tanah yang telah lama mereka garap. Secara akademis, isu ini termasuk problematika tumpang tindih regulasi dan lemahnya pemetaan bidang kepemilikan serta khususnya perlindungan hak-hak masyarakat lokal di tengah modernisasi dan perluasan industri kehutanan.

Example 300x600

‎Dari aspek regulasi, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan peraturan pelaksananya memberikan landasan hukum bagi pengelolaan kawasan hutan, termasuk HTI dan HP, namun dalam praktiknya sering terdapat celah yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengajukan izin konsesi yang luas. Hal ini sering menyebabkan terjadinya deforestasi dan berkurangnya ruang hidup serta sumber mata pencaharian masyarakat lokal. Pemerintah provinsi Bangka Belitung pun telah mengeluarkan berbagai peraturan daerah terkait tata ruang dan pemanfaatan lahan (seperti Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi serta dokumen perencanaan pembangunan daerah yang mengacu pada RPJPD dan RPJMD). Namun implementasi di lapangan memerlukan harmonisasi yang lebih kuat antara kebijakan dan kondisi sosial di masyarakat.

‎Menilik kondisi tersebut, Widi Prasetyo Eros, Sekretaris Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Indonesia (HIPMI) Kepualauan Bangka Belitung periode 2025 – 2028 mengungkapkan bahwa HIPMI Bangka Belitung mengambil peran strategis untuk menjadi mediator sekaligus pelopor solusi berbasis kemitraan. HIPMI berpandangan bahwa pengelolaan lahan haruslah inklusif, memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjaga ekosistem lingkungan. Sebagai organisasi pengusaha muda yang memiliki visi pembangunan ekonomi berkelanjutan, HIPMI membuka ruang kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk membangun program-program yang memadukan aspek ekonomi produktif, pelestarian lingkungan, dan yang terpenting tentang perlindungan hak sosial masyarakat.

‎Solusinya HIPMI bukan sekedar menolak keberadaan HTI atau kebijakan pertanahan, melainkan mencari titik temu agar pemerintah dapat mengatur dan mengawasi izin konsesi agar tidak berdampak negatif pada masyarakat. HIPMI mendorong penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang transparan dan akuntabel, serta melibatkan partisipasi dalam setiap masyarakat mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan pendekatan ini, HIPMI berharap dapat mengurangi konflik serta meningkatkan rasa keadilan sosial,” ungkapnya.

‎Dari sisi sosial ekonomi, HIPMI prihatin atas belum optimalnya manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat sekitar lahan HTI dan HP. Banyak warga yang kehilangan akses pada sumber penghidupan, seperti pertanian tradisional dan hutan sosial yang selama ini menopang kehidupan mereka. HIPMI ingin mengangkat potensi lokal melalui pendampingan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pengembangan agribisnis berkelanjutan, dan inovasi yang ramah lingkungan. Program ini diharapkan dapat memperkuat daya saing masyarakat sekaligus menjaga ekosistem agar tetap lestari.

‎Dalam konteks akademis, pendekatan HIPMI dilandasi pemahaman bahwa penyelesaian konflik pertanahan tidak hanya dapat mengandalkan regulasi teknis, namun perlu integrasi aspek sosial budaya, ekonomi, dan ekologis. HIPMI mendukung penelitian dan kajian yang mendalam untuk menghasilkan kebijakan berdasarkan bukti yang sesuai dengan karakteristik wilayah Bangka Belitung, terutama memperhatikan hak-hak adat dan kebutuhan ekonomi masyarakat.

‎Secara regulasi, HIPMI juga mengingatkan pentingnya sinergi antara peraturan daerah dan peraturan pusat, agar tidak timbul tumpang tindih kewenangan yang justru mencakup pelaksanaan kebijakan pertanahan. Untuk itu, HIPMI mendorong pemerintah daerah dan agar melakukan evaluasi rutin dan pembaruan regulasi yang adaptif terhadap dinamika sosial dan kebutuhan pusat pembangunan berkelanjutan.

‎Sebagai organisasi yang didirikan pada dunia usaha, HIPMI juga memahami pentingnya kestabilan pemerintahan dalam menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, HIPMI juga berkomitmen untuk mengedepankan komunikasi yang selaras dengan pemerintah daerah, mendukung berbagai program pembangunan, serta menjadi mitra strategis yang konstruktif dalam tata kelola sumber daya alam di Bangka Belitung.

‎Dalam pandangan hipmi, pembangunan tidak dapat mengorbankan kepentingan rakyat kecil dan kelestarian lingkungan. Mereka harus menjadi pusat perhatian dan mendapat perlindungan hukum yang kuat. Meski demikian, HIPMI tetap menjaga agar aspirasi dan kepentingan tersebut disampaikan dengan cara yang membangun dan menghormati proses birokrasi serta regulasi yang berlaku, sehingga stabilitas politik dan sosial di daerah tetap terjaga.

‎Dengan sinergi ini, Bangka Belitung diharapkan dapat keluar dari dilema pertanahan yang selama ini menjadi sumber ketegangan sosial. Masyarakat lebih sejahtera dengan akses lahan yang adil, perusahaan dapat beroperasi dengan tanggung jawab, serta pemerintah daerah mampu memimpin pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. HIPMI percaya bahwa melalui kolaborasi, dialog yang terbuka, dan pendekatan berbasis bukti akademis dan regulasi yang tepat, masalah pertanahan di Bangka Belitung dapat diatasi demi masa depan yang lebih baik bagi seluruh warga dan kelestarian alam.

‎Diakhir Widi Prasetyo Eros mengatakan untuk masyarakat Bangka Belitung selalu optimis bahwa jalan keluar terbaik adalah dengan keterlibatan semua pihak, terutama pemerintah dan masyarakat yang dilandasi semangat keadilan sosial dan keinginan lingkungan. HIPMI hadir sebagai jembatan penghubung sekaligus pelopor perubahan positif demi kesejahteraan dan keamanan sosial ekonomi di Bangka Belitung.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *