AHMADI SOFYAN
Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
ANAK kampoeng dari pelosok Desa Kayuarang ini dipercaya menjadi Wakil Gubernur dan selanjutnya Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan. “Si Kancil” bertubuh mungil ini adalah teladan keberhasilan Putra Bangka. Sebelumnya, ia 2 periode menjabat Bupati Bangka dan 2 periode menjabat Walikota Pangkalpinang.
M. ARUB adalah sosok yang tidak terlupakan bagi masyarakat Kepulauan Bangka. Karier politik dan birokrasinya adalah teladan bagi banyak masyarakat Bangka yang pernah mengenalnya. Kesuksesan yang ia raih menjadi motivasi bagi generasi muda saat itu. M. Arub adalah sosok sederhana, namun memiliki karier yang cemerlang. Hal ini tidak lepas dari loyalitas dan kinerjanya di birokrasi pemerintahan yang ia awali dari pegawai rendahan.
Usia masih sangat muda dan berstatus bujangan, ia sudah dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangka. Pada saat itulah ia melepas masa lajang dengan mempersunting gadis muda nan jelita berasal dari Mentok bernama Yang Zubaidah. Selanjutnya tak disangka, karier M. Arub begitu cepat menanjak, ia menjadi Bupati Bangka diusia belum genap 30 tahun. tentunya ini adalah capaian yang sangat luar biasa dan mencengangkan publik Bangka kala itu. Konon, saat itu M. Arub adalah Bupati termuda di Indonesia. Selesai 1 periode, kembali ia diangkat menjadi Bupati untuk periode kedua. Pada perideo pertama menjadi Bupati Bangka, M. Arub memindahkan Kantor Pemerintahan Kabupaten Bangka dari Pangkalpinang ke Sungailiat. Selesai menjadi Bupati Bangka, selanjutnya M. Arub dipercaya menjadi Walikota Pangkalpinang dan lagi-lagi di sini ia memimpin 2 periode.
Wakil Gubernur Sumatera Selatan
SELESAI menjabat Bupati Bangka 2 periode (1967 — 1972 dan 1973 — 1978) dan menjabat sebagai Walikota Pangkalpinang 2 periode (1978 — 1983 dan 1983 — 1988), membuat M. Arub setelah itu tidak memiliki jabatan di pemerintahan, sebab jabatan tertinggi di Pulau Bangka sudah ia duduki masing-masing 2 periode, sedangkan masa pensiun masih lama. Akhirnya M. Arub pun ditarik tugas di Pemerintah Daerah Tingkat 1 Sumatera Selatan yang ber-ibukota di Palembang. Kala itu Gubernur Sumatera Selatan dijabat oleh Sainan Sagiman. Tanpa posisi atau jabatan di Pemda Tingkat 1, M. Arub turut membantu Gubernur.
Gubernur meminta M. Arub untuk cuti saja, sebab tidak ada jabatan yang sesuai dengan kepangkatannya. Namun karena jiwa pekerja dan pengabdi, M. Arub tetap masuk kantor setiap hari walau tanpa meja kursi dan ruangan. Posisi seperti ini digunakan oleh Arub untuk banyak bertukar pikiran dan komunikasi dengan para pegawai pemerintahan di Pemda Tingkat 1.
Selanjutnya, pergantian Gubernur dari Sainan Sagiman ke H. Ramli Hasan Basri, M. Arub pun ditunjuk oleh Gubernur Sumatera Selatan yang baru menjabat sebagai Asisten III membidangi Kesejahteraan Rakyat menggantikan Drs. H. Kafrawi Rahim. Selanjutnya, melihat dan menilai kinerja M. Arub, pada tahun 1989, Putra Desa Kayuarang ini pun diminta untuk meninggalkan jabatannya sebagai Asisten III untuk diamanahkan sebagai Sekretaris Wilayah Daerah (Seswilda).
Sebuah jabatan yang sangat bergengsi di Provinsi atau Pemerintah Daerah Tingkat 1. Tugas sebagai orang nomor 3 di Sumatera Selatan itu semakin membuat M. Arub sibuk, terlebih lagi kala Wakil Gubernur, Drs. H.M. Arma memasuki usia pensiun. Mau tak mau, tugas Wakil Gubernur dijalani oleh M. Arub yang notabene adalah Seswilda. Tugas M. Arub semakin luas, kerapkali mendampingi Gubernur atau mewakili Gubernur kala sedang bertugas diluar.
Kosongnya kursi Wakil Gubernur Sumatera Selatan menjadi perhatian Pers dan masyarakat. Gubernur Ramli Hasan Basri juga belum menyatakan siapa yang bakal mengisi kekosongan posisi orang nomor 2 di Sumatera Selatan tersebut. Riuhnya siapa yang bakal mengisi kursi Wakil Gubernur, membuat nama M. Arub santer disebut. Namun M. Arub tidak pernah mau berkomentar apapun. Ramli Hasan Basri selaku Gubernur paling menentukan dalam soal siapa yang bakal mengisi kursi Wagub tersebut. Akhirnya, pada Desember 1992, nama Arub mencuat ke permukaan dan akhirnya ia dipercaya mengisi kekosongan kursi Wakil Gubernur Sumatera Selatan.
Terpilih Menjadi Ketua Golkar
Ditingkat nasional, terjadi perubahan kepemimpinan di dalam tubuh Golkar. Jika sebelumnya Golkar dipimpin sosok yang berasal dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), ternyata bisa juga dipimpin oleh sipil dan yang terpilih adalah H. Harmoko (Menteri Penerangan). Hal tersebut sedikit banyak berpengaruh pada kepemimpinan Golkar di daerah. Ketua Golkar Sumatera Selatan, H.M. Hatta Mustafa, S.H., yang berakhir masa jabatannya pada tahun 1993 tidak berkenan lagi mencalonkan kembali. Penolakan Hatta Mustafa untuk kembali memimpin Golkar membuat sedikit polemik siapa yang layak menggantikannya.
Nama H.M. Arub, S.H. yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur, mencuat dan muncul secara tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya. Maklumlah, selama ini M. Arub selaku Kepala Daerah lebih banyak berkutat dalam dunia birokrasi, bukan politik. Ketua Dewan Pertimbangan DPD Golkar Sumsel, H. Ramli Hasan Basri meminta kepada Arub untuk ikut dalam pemilihan calon Ketua DPD Golkar pada Agustus 1993.
Sebelumnya Ramli Hasan Basri meminta Arub untuk mencari nama-nama yang layak menjadi Ketua DPD Golkar. Nama-nama pun disodorkan oleh M. Arub. Tapi ternyata, nama-nama yang disodorkan itu justru tidak berkenan bagi Ramli Hasan Basri. Ia malah meminta M. Arub sendiri yang maju sebagai Calon Ketua DPD Golkar Sumatera Selatan.
Menyadari banyak tugas sebagai Wakil Gubernur, H.M. Arub menerima setengah hati. Namun Ramli Hasan Basri menguakan kepada Arub bahwa tugas sebagai Ketua DPD Golkar akan dibantu oleh para Wakil Ketua. Akhirnya, pada pemilihan Ketua DPD Golkar Sumsel, Putra Bangka yang berasal dari Desa Kayuarang itu ternyata terpilih untuk periode 1993 — 1998. Sebagai Ketua DPD Golkar, pastinya Arub banyak konsultasi dan menjadi sinergi dengan Birokrat dan ABRI. Tugas berat sebagai Ketua Golkar ada dihadapan putra tunggal H. Soleh ini, sebab Pemilu 1997 akan menjadi jawaban berhasil atau tidak dirinya memimpin Golkar.
Pada Pemilu tahun 1992, kemenangan Golkar di Sumsel merata di semua daerah Tingkat II. Pada tahun tersebut, perolehan kuris DPRD Daerah Tingkat II berpariasi. Pada Wilayah Tingkat I, Golkar meraih kursi dewan sebanyak 26 Kursi. Lalu diikuti PDI sebanyak 6 kursi dan PPP sebanyak 4 kursi. Berangkat dari kesuksesan Pemilu 1992 yang Golkar meraih 70,24 persen suara, Pemilu 1997, M. Arub memasang target 77,7 persen. Ternyata, buah dari penggalangan dan kerja dari M. Arub dan kawan-kawan melampaui target. Hasil Pemilu 1997, ternyata DPD Golkar Sumsel meraih 84, 98 persen suara. Ini termasuk perolehan suara persentase tertinggi kenaikannya dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Akhirnya di DPRD Tingkat I Sumatera Selatan, Golkar menduduki 31 kursi. Lalu PPP sebanyak 4 kursi dan PDI hanya 1 kursi.
“Si Kancil” Menjadi Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan
Keberhasilan Arub memimpin DPD Golkar Sumsel ternyata membuat dirinya dipercaya menjadi Anggota DPRD Provinsi Sumatera Selatan dari Partai Golkar. Selanjutnya Arub melepaskan jabatannya sebagai Wakil Gubernur seiring pelantikannya sebagai Anggota Dewan periode 1997 — 2002 pada tanggal 18 Juli 1997. Sehari setelahnya dilakukan pemilihan Ketua DPRD, M. Arub pun disetujui dan terpilih menjadi Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan. M. Arub selaku Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan didampingi oleh para Wakil Ketua, yaitu: Kol. CKN F. Rozi Dahlan, SH. (Fraksi ABRI), Kol. Inf. H. Muhtar (Fraksi KP) dan M. Natsir Djakfar (Fraksi PP).
“Si Kancil Menggoyang Dewan” begitulah judul berita Harian Media Sumatera pada Maret 1998 untuk menyebut sosok M. Arub. Memang di media, M. Arub kerapkali disebut “Si Kancil dari Sumsel”. Ukuran tubuhnya pendek, badan kecil, tinggi badan 155 cm. Ternyata ukuran tubuh bukanlah menjadi acuan anak kampoeng dari pelosok Desa Kayuarang ini menjadi pemimpin. Intelektualitas, spiritualitas, pengalaman serta keuletan dan kejujuran mampu mengantarkannya menjadi sosok yang diperhitungkan, baik di birokrasi pemerintah maupun di palagan politik.
Dalam kurun waktu 33 tahun, Arub yang alumni Hukum Pidana UGM Yogyakarta ini telah mampu mengukir prestasi yang sulit ditandingi untuk seorang pegawai sipil di Indonesia. M. Arub yang juga mantan Atlet Menembak yang pernah memberikan medali emas dan perak pada PON ke-10 dan 12 ini dikenang oleh masyarakat Sumatera Selatan sebagai sosok Anak Pulau Bangka yang memiliki karier cemerlang.
Inspirasi Sosok M. Arub dalam Keteladanan Generasi Masa Kini
Perjalanan Hidup sosok anak kampoeng dari pelosok Pulau Bangka, tepatnya Desa Kayuarang ini memberikan motivasi sekaligus inspirasi bagi generasi masa kini dan dimasa yang akan datang. Walau perubahan sistem politik dan perubahan zaman, setidaknya ada beberapa pelajaran hidup yang bisa kita teladani dari sosok H.Muhammad Arub, SH. ini.
(1) Bekerja dengan Hati dan Loyalitas Tinggi. M. Arub memang dikenal pekerja keras dan sangat telaten. Sejak bekerja di birokrasi pemerintahan, dirinya begitu ulet dan berusaha memberikan yang terbaik walau diri masih sangat muda. Ia bekerja dengan hati dan memiliki loyalitas yang tinggi. Sehingga berbagai jabatan tertinggi dan bergengsi dapat ia raih.
(2) Tidak Ambisius dalam Mengejar Jabatan. Putra tunggal dari pasangan H. Soleh dan Pinot ini dididik dengan sederhana oleh kedua orangtuanya. Selesai meraih gelar sarjana, disaat kawan-kawannya memilih bekerja diluar Bangka, M. Arub memilih tempat pengabdian adalah tanah kelahiran, sebab ia bertujuan ingin berdekatan dengan orangtuanya. Berbagai posisi yang ia duduki bukanlah karena dirinya berambisi, justru sebaliknya, posisi itu didapati begitu mulus dan walau agak berliku. Namun dengan keyakinan dan kepercayaan banyak orang, Arub mampu melewatinya dengan mulus dan membuahkan hasil yang manis. Sebab Arub menyadari bahwa ambisi tanpa bukti dan prestasi kerja, tidak akan mendapatkan kepercayaan dari atasan apalagi masyarakat.
(3) Kesahajaan dan kesederhanaan adalah modal sosial kemasyarakatan. Walau diri 2 periode menjabat sebagai Bupati, 2 periode pula menjabat sebagai Walikota dan pernah menjadi Wakil Gubernur dan juga Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan, namun Arub dan keluarga dikenal sangat bersahaja dan tidakah hidup bermewah-mewahan. Perilaku bersahaja inilah yang membuat Arub sangat dekat dengan masyarakat. Sebab ketimpangan sosial dan tumbuhnya sekat yang tebal ditengah masyarakat seringkali diawali oleh perilaku berlebihan seorang pejabat dan kehidupan yang terlalu bermewahan baik pejabat itu sendiri maupun isteri dan anak-anaknya. Selama Penulis mengenal sosok M. Arub dan isterinya, ternyata beliau adalah sosok yang sangat bersahaja dan sederhana.
(4) Memiliki Pendamping Hidup yang Tidak Neko-Neko. Seorang isteri pastinya sangat berpengaruh pada karier dan perjalanan hidup sang suami. Yang Zubaidah adalah sosok pendamping tak hanya setia, tapi juga tidak neko-neko walau diri adalah seorang isteri pejabat selama puluhan tahun. Yang Zubaidah murni sebagai pendamping sang suami, tak ada jabatan yang ia sandang dan tak perlu ia menampilkan diri berbaliho ria dengan memanfaatkan jabatan sang suami. Ini menjadi penting bagi para pejabat masa kini, yang memanfaatkan posisi diri dengan isteri yang ditampilkan sana sini bahkan balihonya mengalahkan para pejabat pemegang kewenangan. Lebih parahnya, kehidupan mewah dan barang branded kadangkala sengaja dipamerkan di media sosial yang membuat rakyat menjadi “gelik yok”.
Terima kasih orangtua kami semua, H.M. Arub, SH. telah berbuat dan mengabdi pada negeri ini. sebuah buku yang Bapak tandangani diberikan khusus kepada saya hingga kini masih kokoh berada di antara ribuan buku yang ada di rak buku saya miliki. Semoga jasa dan pengabdianmu menjadi amal ibadah-mu utuk meraih Sorga Allah SWT. Aamiin ya robbal alamiin.