Oleh : Putri Anggun
(Jurnalis & Mahasiswa IAIN SAS BABEL)
Kepemimpinan bukan sekadar soal jabatan, tetapi tentang kehadiran yang bermakna. Hal inilah yang tampaknya menjadi jejak paling kuat dari sosok Irjen Pol Hendro Pandowo, yang baru saja menuntaskan pengabdiannya sebagai Kapolda Kepulauan Bangka Belitung sebelum ditugaskan kembali ke Bareskrim Polri.
Bagi sebagian masyarakat, pergantian jabatan di tubuh Polri mungkin hal lumrah. Namun, bagi masyarakat Bangka Belitung, kepindahan Irjen Hendro bukan sekadar rotasi birokrasi, melainkan momen perpisahan dengan sosok pemimpin yang benar-benar hadir di tengah rakyatnya.
Selama menjabat, Irjen Hendro dikenal dengan sikap rendah hati dan kedekatannya dengan masyarakat. Ia tidak menjaga jarak, melainkan membuka diri untuk mendengar.
Bagi anak-anak yatim, ia bukan hanya pejabat, melainkan orang tua asuh yang memberi kasih dan perhatian.
Bagi masyarakat desa, ia adalah sahabat yang peduli, yang menghadirkan bantuan nyata — dari pembangunan sumur bor hingga pengobatan gratis bagi korban bencana.
Kedekatannya dengan beragam komunitas, seperti mahasiswa, ojek online, dan insan pers, memperlihatkan bahwa keamanan sejati tumbuh dari kepercayaan rakyat terhadap aparatnya. Dalam konteks kepemimpinan modern, pendekatan semacam ini menjadi teladan bagaimana seorang pemimpin dapat membangun legitimasi sosial bukan dengan kekuasaan, melainkan dengan empati.
Kepedulian Irjen Hendro tidak berhenti pada aspek sosial, tetapi juga menyentuh dimensi budaya dan kebersamaan. Melalui kegiatan seperti “Babel Run 2025” yang diikuti ribuan peserta dari berbagai daerah, ia membuktikan bahwa olahraga bukan hanya ajang kompetisi, melainkan bahasa universal yang menyatukan masyarakat.
Selain itu, berbagai program nasional seperti Ketahanan Pangan Polri, Gerakan Pasar Murah, dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menjadi bukti bahwa konsep Polri Presisi dapat diterjemahkan secara konkret di daerah, menyentuh langsung kehidupan masyarakat kecil.
Sebagai mahasiswa, saya melihat kepemimpinan Irjen Hendro Pandowo sebagai model kepemimpinan kolaboratif, di mana aparat bukan berdiri di atas rakyat, tetapi berjalan bersama rakyat.
Kepemimpinan seperti ini penting di tengah krisis kepercayaan publik terhadap institusi. Ia menunjukkan bahwa otoritas tidak cukup hanya ditegakkan dengan peraturan, tetapi harus dibangun melalui kepercayaan dan keteladanan moral.
Kehadirannya di tengah masyarakat menjadi bukti bahwa Polri yang humanis bukan jargon, melainkan bisa diwujudkan melalui tindakan nyata. Dalam konteks pendidikan kepemimpinan, Irjen Hendro memberi pelajaran bahwa efektivitas pemimpin bukan hanya diukur dari keberhasilan administratif, tetapi dari kemampuannya menumbuhkan rasa memiliki di hati masyarakat.
Kini, ketika Irjen Hendro kembali ke Mabes Polri untuk tugas baru di Bareskrim, ia meninggalkan bukan hanya jejak prestasi, tetapi warisan nilai-nilai kemanusiaan dan kejujuran dalam mengabdi.
Senyumnya yang tulus dan langkahnya yang membumi akan tetap dikenang masyarakat Bangka Belitung sebagai simbol pemimpin yang hadir dengan hati.
Dalam satu pernyataan yang sederhana namun bermakna, ia pernah mengatakan:
“Bagi saya, Bangka Belitung bukan hanya rumah kedua, tapi kampung halaman saya.”
Pernyataan itu menggambarkan bahwa pengabdian sejati tidak mengenal batas wilayah atau jabatan. Bagi masyarakat Bangka Belitung, Irjen Hendro Pandowo bukan hanya seorang jenderal, melainkan bagian dari keluarga besar mereka.
Meski saya belum pernah berjumpa langsung dengan beliau, kerinduan untuk sekadar berbincang atau mendengar wejangan darinya selalu ada. Namun, waktu dan kesibukan belum berpihak. Saya hanya bisa melihat sosoknya melalui pemberitaan dan cuplikan video di TikTok — potongan momen yang memperlihatkan bagaimana seorang jenderal bisa begitu dekat dengan rakyatnya.
Sungguh, Irjen Hendro Pandowo adalah sosok polisi yang berbeda: tegas namun hangat, sederhana namun berwibawa. Ada rasa haru dan kehilangan yang sulit dijelaskan ketika sosok seperti beliau harus berpindah tugas. Namun, satu hal yang selalu saya kenang adalah kebermanfaatan yang beliau hadirkan di setiap langkah, serta caranya menyikapi setiap persoalan dengan hati yang tulus.
Semoga suatu hari nanti saya dapat berjumpa langsung denganmu, Jenderal.
Salam hormat dari saya, Putri Anggun. *






















