Bekawan.co.id, Pangkalpinang— Penulis Buku dan Pemerhati Sosial Bangka Belitung, sekaligus budayawan Ahmadi Sofyan menilai dewan kesenian Bangka Belitung bak sudah mati suri.
“Kesenian Lokal Bangka Belitung masih kategori dipentaskan secara formalitas saja, belum mendarah daging pada masyarakat lokal, apalagi generasi muda kekinian,” ungkapnya Kepada Bekawan.co.id, Minggu (29/1/2023).
Menurutnya, ada banyak faktor penghambat perkembangan kesenian lokal di Bangka Belitung, seperti ; Kreativitas pelaku seni yang terlalu “jadoel” dan tidak kekinian.
“Misalnya terpaku pada pakem-pakem. Kalau ada anak muda yang mau mengolah dengan dipadukan seni kekinian, dianggap keluar dari pakem. Padahal banyak generasi muda Babel yang berkiprah di tingkat nasional dalam bidang seni, tapi sayang kurang membawa nilai seni kedaerahan,” ucapnya.
“Kemampuan pelaku seni kurang terakomodir ditengah masyarakat bahkan pemerintah hanya menggunakan seni budaya lokal hanya untuk seromonial, dan peran pemerintah yang terlalu kaku dan sangat lokal banget.
Atok Kulop mengatakan harusnya kesenian dan pelaku seni daerah itu bisa dibuat kolaborasi dengan seni daerah lain bahkan bagaimana peran pemerintah bisa kerjasama dengan kedutaan besar, agar pelaku seni dan kesenian daerah bisa show keluar negeri.
“Kalau ini bisa dilakulan, selain mengangkat nama daerah, juga memotivasi generasi muda untuk berkiprah di dunia seni daerah,”tegas Ahmadi Sofyan.
Beliau menyebutkan pelaku seni kurang kompak dalam melakukan banyak kegiatan, tidak saling asah, asih dan asuh dan menampilkan sesuatu yang baru (yang disukai/diminati masyarakat).
Ahmadi Sofyan yang punya nama panggil Atok Kulop ini menyayangkan, anak-anak muda masa kini sedikit sekali tau akan keberadaan dewan kesenian Babel.
“Padahal budaya adalah bagian penting dari peninggalan para leluhur.” terangnya.
Ia berharap kepada pelaku seni harus menyusun konsep dan memiliki jaringan yang kuat diluar daerah bahkan keluar negeri. Karena kalau masih berkutat di daerah, bagaikan katak dalam tempurung.
“Dewan kesenian itu bagaikan pepatah, hidup segan mati dak pati renyek (hidup segan mati tak mau-red), mengapa? Karena kebutuhan dana, sarana prasarana, sangat penting, sedangkan kehidupan ekonomi pelaku seni dan budaya itu seringkali kembang kempes (susah-red) lalu kepedulian pemerintah nyaris tidak ada,” tuturnya.
“Negeri yang tidak menghiraukan seni dan budaya adalah negeri yang tidak memiliki karakter, sehingga pasti mudah ngerasok (kesurupan-red) atau dirasok, baik dari dalam maupun dari luar. Seni dan budaya itu ibaratnya adalah imun tubuh, supaya tidak mudah tamak angen (masuk angin-red),” tambahnya.
Reporter : Putri Anggun